Pagi ini ada pelangi, tadi hujan sebentar. Embun, sudah lama tak tertangkap mata si Kiray. Jangankan embun daun pun tidak ada. si Kiray libidonya naik, seperti kebanyakan pria bujang dengan umur tanggung yang terbangun dari tidur di Pagi hari. Ia pergi ke pasar dengan tujuan membeli ikan. "Bang ikannya satu", ucapnya pada penjual ikan yang sedang asik menghisap rokok di atas pembatas jembatan. "Satu saja mas?", tanya si penjual ikan dengan nada suara rendah. "Iya", jawabnya, Kiray kelihatan tak sabar.
si penjual membuka peti kemas panjang yang di penuhi bongkahan es. Ia angkat seekor ikan. Ia bersihkan sirip-siripnya. Satu jam, dua jam, tiga jam. Trak, suara pisau yang ditancapkan ke meja, si penjual selesai dengan pekerjaannya. Terlihatlah kaki jenjang nan halus. Ya, ikan yang telah selesai dibersihkan itu merupakan Ikan Duyung.
Ia memberikan segepok uang kepada tukang ikan, "Terima kasih ya bang", ujarnya, dan wajahnya kini ibarat lukisan abstrak yang bebas tafsir, si tukang ikan hanya menafsirkan bahwa nafsu pelanggannya telah memuncak. "Ayo say", si ikan duyung mengelus kepala Kiray, lalu keduanya pergi.
si penjual membuka peti kemas panjang yang di penuhi bongkahan es. Ia angkat seekor ikan. Ia bersihkan sirip-siripnya. Satu jam, dua jam, tiga jam. Trak, suara pisau yang ditancapkan ke meja, si penjual selesai dengan pekerjaannya. Terlihatlah kaki jenjang nan halus. Ya, ikan yang telah selesai dibersihkan itu merupakan Ikan Duyung.
Ia memberikan segepok uang kepada tukang ikan, "Terima kasih ya bang", ujarnya, dan wajahnya kini ibarat lukisan abstrak yang bebas tafsir, si tukang ikan hanya menafsirkan bahwa nafsu pelanggannya telah memuncak. "Ayo say", si ikan duyung mengelus kepala Kiray, lalu keduanya pergi.
Komentar
Posting Komentar